Jakarta - Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Perkara nomor: 34/PUU-XX/2022 diuji oleh 21 orang pemohon, di antaranya Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, Didin S Damanhuri, dan lainnya.
Mereka menguji secara formil sekaligus secara materiil keseluruhan UU IKN yang dinilai cacat formil.
Din Syamsuddin Cs beranggapan bahwa proses pembentukan UU IKN dilakukan hanya dengan mendengar masukan dari berbagai narasumber.
Namun tidak ada pertimbangan dan penjelasan atas berbagai pertimbangan yang sangat merepresentasikan pandangan Din Syamsuddin Cs.
Sehingga mengakibatkan hak Din Syamsuddin Cs memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya menjadi dirugikan.
Dan mengakibatkan tidak terpenuhinya jaminan pengakuan, perlindungan, kepastian hukum serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Baca juga: Pembangunan IKN Melalui Skema Crowd Funding, DPR ke Kepala Otorita: Ide Aneh!
“Terkait pengujian materiil UU No. 3/2022, para pemohon merasa dirugikan dengan lahirnya Pasal 1 ayat (2) dan ayat (8), Pasal 4, Pasal 5 ayat (4) UU No. 3/2022. Ketentuan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18A ayat (1) dan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Karena tidak terpenuhinya jaminan pengakuan, perlindungan, kepastian hukum serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” jelas Ibnu Sina selaku kuasa pemohon kepada Ketua Panel Aswanto, pada sidang MK, Kamis, 24 Maret 2022.
Mengenai alasan pengujian formil, Din Syamsuddin Cs berdalih bahwa Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan.
Apabila pembentukan peraturan perundang-undangan justru menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk memperdebatkan dan mendiskusikan isinya, maka dapat dikatakan pembentukan peraturan perundang-undangan melanggar kedaulatan rakyat.
Sedangkan mengenai alasan pengujian materiil, ungkap Din Syamsuddin dkk, menurut ketentuan dalam UU IKN bahwa format ibu kota negara nusantara adalah satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi.
Menyelenggarakan urusan pemerintahan di ibu kota negara nusantara, diselenggarakan oleh otorita ibu kota negara nusantara sebagai lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus ibu kota negara nusantara.
Dengan demikian, menurut mereka, format ibu kota negara nusantara tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah.
Untuk itu, dalam petitumnya, Din dkk meminta MK menyatakan pembentukan UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (8), Pasal 4, Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Nomor 41 dan Tambahan Lembaran Negara No. 6766) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tandas Ibnu Sina. []